Minggu, 16 Oktober 2011

Peran Guru dalam Deradikalisasi Agama

Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Sebuah agama yang memberikan kasih sayang kepada umat manusia dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Islam telah menunjukkan kedamaian melalui perintah Allah SWT. agar berbuat baik kepada manusia, tanpa memberikan prioritas khusus bagi orang Islam saja. Ajaran tersebut sangat menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan dan hak asasi manusia. Sungguh sangat bertentangan dengan kelompok-kelompok radikal yang kerap mengatasnamakan agama untuk sebuah gerakan jihad dengan aksi kekerasan hingga mengakibatkan banyak korban orang-orang yang tidak berdosa. Padahal, Islam tidak pernah mengajarkan untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain dengan dalih apapun.
Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS). Kepunton, Solo, Jawa Tengah, Minggu (25/9/2011) adalah sebagai tindakan tak bertanggung jawab yang mengakibatkan Islam sebagai sasaran empuk untuk dijadikan tersangka utama. Masalah teroris kini bukan hanya berkaitan dengan pengeboman, tetapi stigmatisasi terhadap Islam. Teroris telah mencoreng pencitraan Islam sebagai agama dengan mengajarkan jihad melalui kegiatan meresahkan dan merugikan orang lain, padahal sesungguhnya adalah ulah segelintir orang yang keliru menafsirkan makna jihad yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga sering melakukan aksi terorisme atas nama agama. Hal itulah yang megakibatkan dampak yang luar biasa sehingga Islam selalu dikaitkan sebagai agama teroris dan radikal.
Penafsiran Al-Qur’an dan Hadist secara tekstual tanpa memperhatikan berbagai aspek keberagamaan yang mendalam dapat mengakibatkan pemahaman yang keliru bahkan menyimpang dari kandungan ayat dan hadist itu sendiri. Dan memungkinkan terjadinya gerakan fanatisme berupa radikalisme dan terorisme. Hal itu berimplikasi negatif yang dapat menimbulkan berbagai dampak seperti takut dan tidak percaya terhadap islam.
Upaya deradikalisasi merupakan solusi alternatif yang terbaik bagi mereka yang terlibat gerakan terorisme serta kelompok-kelompok radikalisme, dengan meluruskan paham radikal melalui berbagai sosialisasi untuk menanamkan multikulturalisme dalam agama. Gerakan tersebut lebih efektif dibandingkan menghukum pelaku teroris, dengan hukuman penjara atau hukuman mati. Oleh karena itu, selain gerakan deradikalisme yang di gulirkan oleh pemerintah. peran masyarakat beserta organisasi-organisasi keagamaan sangat dibutuhkan untuk menyukseskan gerakan ini sehingga para pelaku teroris kembali ke jalan yang benar secara sadar tanpa bentuk-bentuk diskriminasi dari pihak lain.
Bermacam tanggapan yang berkaitan dengan istilah deradikalisasi banyak menimbulkan pendapat yang berbeda, sebagian kelompok mengatakan bahwa program deradikalisasi adalah sebuah upaya perbaikan re-edukasi tentang pemahaman-pemahaman islam yang radikal, sementara kelompok yang lain mengatakan bahwa deradikalisasi adalah proyek pemerintah dalam upaya melemahkan kelompok Islam yang selama ini memperjuangkan Syariat Islam, Daulah Islam dan Khilafah Islam. Ulama dijadikan garda terdepan dalam melancarkan proyek tersebut untuk memerangi terorisme, lalu dipaksa untuk menafsir ulang makna-makna syar’i agar sejalan dengan Islam moderat seperti thogut, jihad dan khilafah.
Terlepas dari seluruh pendapat tersebut, pada prinsip dasarnya bahwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal melalui bom bunuh diri atau bentuk kekerasan yang berbeda adalah sebuah perbuatan yang merugikan orang lain, dan menurut seluruh penganut beragama adalah sebuah kejahatan yang dilarang bahkan dikutuk oleh Tuhan YME. Bahkan bunuh diri yang tidak merugikan orang lain sekalipun merupakan dosa besar dalam islam.
Teror bom yang terjadi akhir-akhir ini merupakan jenis teror murni yang dilakukan secara sadar karna kegagalan dalam memahami konteks keagamaan. Hal tersebut senada dengan pendapat ketua umum PP Muslimat NU , Khofifah Indar parawansa yang menjelaskan bahwa ada dua jenis teror di dunia, yaitu teror murni dan teror yang merupakan bagian dari perang. Teror yang terjadi di Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir setelah era reformasi adalah teror murni karena terjadi di negara damai. Sedang teror yang menjadi bagian dari perang, seperti antara Israel dan Palestina. Masih terkait adanya ancaman peledakan bom di Indonesia belakangan ini yang membuktikan bahwa terorisme masih menjadi ancaman serius meskipun para pelaku teror telah banyak yang ditembak, ditangkap, dan dihukum. Kini, mereka sudah berani terang-terangan melakukan serangan secara terbuka. Bahkan, masjid pun menjadi target serangan. Bom bunuh diri, di masjid itu menjadi bukti otentik bahwa terorisme tidak ada kaitanya dengan agama Islam. Karena itu, pihak-pihak yang selama ini mengaitkan aksi bom dengan agama agar berhenti memojokkan Islam (Sumber: Republika, 24 September 2011).
Upaya pemberantasan teroris telah dilakukan oleh pemerintah melalui aparat kepolisian , dan ternyata penanganan yang represif saja tidak cukup karena serangan teroris di Indonesia merupakan jenis teror murni yang berwatak ideologis. Sehingga perlu pendekatan-pendekatan secara emosional untuk merubah pemahaman radikal mereka terhadap Al-Quran dan Hadits. Langkah ini adalah salah satu langkah preventif untuk mencegah terjadinya kekerasan yang meluas baik dalam bentuk teror maupun kejahatan lainnya.
Program deradikalisasi yang di gulirkan oleh pemerintah mendapat perhatian dari banyak pihak, baik dari para ulama maupun akademisi termasuk di dalamnya guru. Sebagai pendidik yang bertugas memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik, guru punya peran besar dalam menyukseskan program deradikalisasi tersebut. Sebab guru yang melaksanakan pengajaran dari pendidikan dasar (SD/SLTP) hingga menengah (SMA). Dan masa sekolah seperti ini adalah masa rentan bagi siswa, terutama dalam menentukan pilihan yang tepat. Sebagian besar masyarakat mengakui bahwa peranan seorang guru itu sangat penting meski ada juga yang masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, sehingga orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka . Melihat pendapat masyarakat yang seperti itu, maka guru dituntut lebih ekstra dalam memberikan arahan dan bimbingan. Terlebih bagi guru Pendidikan Agama Islam, karna berita – berita teroris yang ditangkap oleh aparat kepolisian akhir-akhir ini kebanyak adalah kelompok – kelompok fanatisme agama yang dalam memahami Al-Qur’an dan Hadist hanya secara tekstual.
Selain sebagai Agent of change tugas dan tanggung jawab guru bertambah dan memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting. Guru sebagai designer of instruction atau perancang pengajaran karna memiliki kemampuan untuk merencanakan (merancang) kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien. Oleh karena itu guru memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang prinsip-prinsip pembelajaran sebagai suatu bahan dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Guru sebagai manajer of instruction (pengelola pengajaran), memiliki kemampuan mengelola seluruh proses kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar yang menarik sehingga setiap murid dapat belajar dengan tenang dan nyaman. Sedangkan guru dengan fungsinya sebagai evaluator of student learning, mampu melakukan evaluasi yang bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan dan tertekan.
Tiga fungsi guru tersebut belum cukup tanpa dukungan sebuah strategi yang tepat untuk memberikan pemahaman keagamaan kepada siswa secara perlahan sesuai target dan tepat sasaran. Juga perlunya berbagai contoh-contoh keteladanan dengan penyampaian yang baik. Tujuan dan isi pengajaran yang baik tanpa di dukung oleh metode penyampaian yang baik dapat melahirkan hasil yang tidak baik. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256 secara eksplisit berbicara mengenai kebebasan beragama. Namun, secara implisit prinsip kebebasan itu juga mengisyaratkan suatu prinsip belajar, yakni prinsip pengubahan tingkah laku dari tidak baik menjadi baik, dari yag baik menjadi lebih baik dan seterusnya . Tetapi, prinsip yang hendaknya digunakan bukanlah upaya pemaksaan, melainkan membuka penawaran - penawaran tentang wawasan islam sehingga siswa dapat memahami jalan yang benar dan jalan yang salah, lalu mengadakan perbandingan, sambil memberikan motivasi dengan mengemukakan keuntungan yang akan diperoleh dari menempuh jalan yang benar (Surga).
Contoh lain, firman Allah secara langsung mengungkap beberapa metode dan pendekatan yang hendaknya digunakan dalam mengubah tingkah laku beragama, yaitu hikmah (bijaksana), pelajaran yang baik, dan mujadalah (berargumentasi) dengan baik (Bilhikmah wal mauidzotul khasanah). Semuanya menunjuk kepada suatu pendekatan persuasif yang melibatkan keaktifan domain kognitif dan afektif secara simultan, sehingga perubahan tingkah laku siswa lahir berdasarkan kesadaran sendiri. Model dan strategi seperti ini yang memugkinkan pengalaman beragama siswa lebih nyaman. Selain berbagai bentuk metode dan strategi dalam penyampaian materi keagamaan perlu juga adanya bimbingan-bimbingan secara langsung terhadap prilaku yang berkaitan dengan norma-norma agama.
Memahami psikologis peserta didik dapat memudahkan proses pembelajaran agama dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Ketika kesenangan itu ada, intensitas dan motivasi siswa akan semakin tinggi dan keinginan memuaskan kebutuhan keagamaan akan semakin meningkat. Dalam kondisi tersebut guru dapat memberikan muatan-muatan keagamaan dengan mudah , secara sistematis dan bertahap. Selain intensitas dan motivasi perlu adanya bimbingan belajar secara terus-menerus kepada individu atau peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Bimbingan keagamaan terhadap siswa merupakan usaha guru dalam mengendalikan pemahaman-pemahaman yang kurang sejalan dengan nilai islam .
Deradikalisasi agama dapat dilakukan guru melalui proses pembelajaran di kelas. Penanaman nilai-nilai ke-Islaman dapat dilakukan dengan berbagai metode dan strategi dalam mengajar. tidak hanya menekankan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, tetapi juga membangun kemauan siswa untuk mengamalkan apa yang telah dipelajarinya. Kemudian melakukan evaluasi melalui pendekatan secara langsung kepada siswa, dengan memperhatikan tingkat kemampuan siswa terhadap pelaksanaan keagamaan. Hal ini sangat penting dalam rangka mencetak kepribadian siswa yang cinta damai dan toleransi terhadap pemeluk agama lain.
Keikutsertaan guru dalam program Gerakan Deradikalisasi Agama yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bukan berdasarkan pada aksi dukung-mendukung demi menyuburkan Islam moderat di Negara ini, tapi lebih pada sebuah keprihatinan terhadap kondisi bangsa yang semakin terpuruk, dengan berbagai kasus korupsi yang tak kunjung selesai, melemahnya supremasi hukum dan merosotnya moral bangsa. Ditambah dengan aksi teror yang mengatasnamakan agama islam, karena sebuah pemahaman terhadap agama hanya dilakukan dipermukaan saja . Hal ini harus diluruskan guna mengurangi kelompok-kelompok fundamental dan radikal menyebar di lingkungan pendidikan. Usaha sadar mencegah radikalisasi agama dapat dilakukan oleh siapapun dan dari kelompok manapun, tanpa melihat perbedaan kepercayaan dan atau organisasi . Idealnya, organisasi-organisasi islam berkumpul untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan radikalisme yang terjadi di indoesia. Semua pasti sepakat bahwa terorisme adalah sebuah kejahatan dan harus diberantas hingga seakar-akarnya. Guru sebagai pendidik memiliki peran besar dalam mengarahkan peserta didiknya untuk menjadi pemeluk agama yang baik. Memberikan kesadaran-kesadaran hidup dalam beragama dan berbangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar