Minggu, 07 Mei 2017

Rabu, 09 Mei 2012


Slb Wiyata Dharma Metro Action Slideshow Slideshow

Slb Wiyata Dharma Metro Action Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Slb Wiyata Dharma Metro Action Slideshow Slideshow ★ to Metropolis. Stunning free travel slideshows on TripAdvisor

Poetry is a Necessity of Life Slideshow Slideshow

Poetry is a Necessity of Life Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Poetry is a Necessity of Life Slideshow Slideshow ★ to Indonesia and metro lampung (near Bandar Lampung). Stunning free travel slideshows on TripAdvisor

Senin, 26 Maret 2012

Menyoal Kurikulum Sekolah Inklusi

Lampost.Sabtu, 17 March 2012 07:20

Solihin

Guru di Metro

KURIKULUM memiliki peran sangat besar dalam pendidikan. Sebab, berkaitan dengan arah, isi, dan proses pendidikan yang pada akhirnya untuk mencapai tujuan pendidikan secara nasional.

Kurikulum adalah sesuatu yang dirancang dan direncanakan sebagai sebuah pegangan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tentunya yang direncanakan bersifat ideal, yaitu suatu cita-cita tentang kepribadian manusia atau siswa yang akan dibentuk dalam sebuah lembaga pendidikan.

Kurikulum di negara kita telah mengalami perubahan secara berulang, hingga yang terakhir bernama kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yaitu perkembangan lebih lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK).

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 dijelaskan bahwa dalam menyusun kurikulum harus memperhatikan peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan agama, dinamika perkembangan global, mempererat persatuan dan kesatuan, serta nilai kebangsaan.

Hal ini sejalan dengan Keppres No. 1 Tahun 2010 tentang Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, artinya bahwa pendidikan saat ini selain penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotorik juga harus ditanamkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Dalam standar isi (SK, KD) nilai-nilai tersebut tidak tertuang secara jelas sehingga guru dituntut kreatif memilih tema-tema yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

Nilai-nilai luhur budaya dan karakter yang dimaksud, yaitu kejujuran, kerendahan hati, ketertiban/kedisiplinan, kesusilaan, kesopanan/kesantunan, kesabaran, kerja sama, toleransi, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, percaya diri, pengendalian diri, integritas, kerja keras/keuletan/ketekunan, ketelitian, kepemimpinan, dan atau ketangguhan.

Sekolah atau pendidikan inklusi belum banyak disosialisasikan kepada khalayak ramai, apalagi tentang bentuk kurikulum dan pelaksanaan sistem pendidikan tersebut. Pendidikan inklusi merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) yang penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan tempatnya di sekolah umum (reguler) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkautan.

Pemerintah menyelenggarakan pendidikan inklusi dengan tujuan memberikan kesempatan bagi anak untuk berintegarasi dengan anak normal baik dalam mengikuti pendidikan maupun adaptasi dengan lingkungannya. Dasar dari pelaksanaan pendidikan inklusi sangat jelas, yaitu UUD 1945, UU No. 29 Tahun 2003, juga dijelaskan pada UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, PP No. 72 Tahun 1991 tentang PLB, dan SK Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003.

Mengingat penanganan ABK tidak sekadarnya, apalagi ketika belajar bersama dengan anak-anak regular, maka dalam menangani anak-anak berkelainan khusus diperlukan psikopedagogis tersendiri, serta guru pembimbing khusus yang lebih mengetahui psikologi anak luar biasa. Selain pembelajaran yang khusus, perlu adanya sebuah kurikulum khusus agar penanganan anak berkelainan tersebut berjalan secara sistematis berdasarkan identifikasi awal, klasifikasi, dan analisis kebutuhan siswa.

Jika kurikulum pendidikan khusus ini dibuat secara ideal, sekolah penyelenggara inklusi tidak akan kesulitan mencari pola-pola pembelajaran bagi siswa-siswanya yang berkebutuhan khusus. Dan program pendidikan inklusi tidak hanya menjadi sebuah kepentingan program Dinas Pendidikan saja, tetapi sekolah-sekolah penyelenggara betul-betul berupaya memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus demi keberlanjutan masa depan mereka. Semoga

Kamis, 02 Februari 2012

Pendidikan 'High Touch' bagi Anak Berkebutuhan Khusus

GAGAS
Solihin, Guru SLB Wiyata Dharma Metro

lampost. Sabtu, 07 January 2012 06:36



ESENSI pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya, yaitu manusia yang baik dan berkarakter. Pengertian baik dan berkarakter mengacu pada norma nilai-nilai luhur Pancasila. Seluruh butir Pancasila inilah yang menjadi basis pendidikan.
Paradigma pendidikan yang dikembangkan dan diimplementasikan adalah memanusiakan manusia seutuhnya. Jika pendidikan yang terwujud melalui proses pembelajaran adalah usaha menguasai sesuatu yang baru, proses ini setidaknya mengandung lima dimensi, yaitu tahu, bisa, mau, biasa, dan ikhlas.
Di dalam dimensi belajar itulah nilai-nilai karakter termuat. Dengan demikian, proses pembelajaran yang terjadi tidak hanya sekadar transfer pengetahuan (kognitif) semata, tetapi juga transfer keterampilan (psikomotorik) dan transfer nilai-nilai (afektif), yaitu perubahan tingkah laku secara signifikan.
Sesungguhnya tiga domain dalam pendidikan tersebut menjadi tujuan utama dalam sebuah proses pembelajaran.
Pendidikan karakter yang sedang marak dibicarakan baru-baru ini merupakan pengembangan kurikulum lebih lanjut yang selama ini telah diterapakan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Proses pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter itu dilaksanakan dengan memberikan sentuhan nilai-nilai luhur dari seluruh butir-butir Pancasila yang terintregrasi dalam harkat dan martabat manusia. Yaitu hakikat manusia, pancadaya kemanusiaan, dan dimensi kemanusiaan.
Hakikat manusia adalah makhluk bertakwa, diciptakan paling sempurna dan berderajat paling tinggi, khalifah di muka bumi, dan penyandang hak asasi manusia. Pancadaya kemanusiaan dengan memiliki unsur-unsur daya takwa, cipta, rasa, karsa, dan karya. Dimensi kemanusiaan adalah memiliki unsur-unsur dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
Prinsip pendidikan karakter dalam aplikasinya sejalan dengan prinsip-prinsip metode pembelajaran yang bernuansa sentuhan tingkat tinggi (high touch) oleh pendidik terhadap peserta didik. High touch mencakup kemampuan untuk memberikan simpati, memahami seluk beluk interaksi manusia, mendapatkan kesenangan dalam diri seseorang dan memberikannya kepada orang lain, dan melewati kehidupan sehari-hari dalam mencari tujuan dan makna.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) secara umum memiliki kepribadian unik, serta kompleks yang tidak sama dengan kepribadian siswa-siswa di sekolah reguler. Keunikan dan kompleksitasnya tecermin melalui perilaku, kecerdasan, dan perasaan yang kadar stabilitasnya sulit terukur. Dengan kondisi siswa tersebut, seorang guru dituntut menguasai alat dan metode pembelajaran serta psikologi anak didik. Pendekatan merupakan alat pendidikan yang diaplikasikan guru untuk menjangkau kedirian anak didik dalam proses pembelajaran. Kedekatan ini mengarah kepada kondisi high touch, dalam arti perlakuan guru menyentuh secara positif, kontruktif, dan komprehensif aspek-aspek kedirian/kemanusiaan anak didik.
Dalam hal ini guru menjadi fasilitator bagi pengembangan anak didik yang diwarnai secara kental oleh suasana kehangatan dan penerimaan, keterbukaan dan ketulusan, penghargaan, kepercayaan, pemahaman empati, kecintaan, dan penuh perhatian (Hendricks, 1994).
Sejalan dengan pengembangan suasana demikian itu, guru dengan sungguh-sungguh memahami suasana hubungannya dengan anak didik secara sejuk, dengan menggunakan bahasa yang lembut, tidak meledak-ledak dan dengan tetap mempertahankan kualitas kesabaran. Guru menyadari secara sadar bahwa sikapnya sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dan kegiatan belajar anak didik. Hubungan antara guru dan anak didik memang seharusnya dibuat menjadi suasana nyaman saling membuka diri tanpa dihalangi adanya sikap atau perasaan negatif.
Guru menyadari bahwa sikapnya sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dan kegiatan belajar anak didik. Hubungan antara guru dan anak didik memang seharusnya dibuat menjadi suasana demokratis dan saling membuka diri tanpa dihalangi oleh adanya sikap atau perasaan negatif ataupun permasalahan di antara kedua belah pihak.
High touch meliputi pengakuan, kasih sayang dan kelembutan, penguatan, pengarahan, tindakan tegas yang mendidik, dan keteladanan yang mendidik.
Pengakuan adalah penerimaan dan perlakuan guru terhadap anak didik atas dasar kedirian/kemanusiaan anak didik, serta penerimaan dan perilaku anak didik terhadap guru atas dasar status, peranan, dan kualitas yang tinggi.
Kasih sayang dan kelembutan adalah sikap, perlakuan, dan komunikasi guru terhadap anak didik didasarkan atas hubungan sosio-emosional yang dekat-akrab-terbuka, fasilitatif, dan konstruktif bersifat pengembangan.
Penguatan adalah upaya guru untuk meneguhkan tingkah laku positif anak didik melalui bentuk-bentuk pemberian penghargaan secara tepat yang menguatkan (reinforcement). Pengarahan adalah upaya guru untuk mewujudkan ke mana anak didik membina diri dan berkembang. Upaya yang bernuansa direktif ini, termasuk di dalamnya kepemimpinan guru, tidak mengurangi kebebasan anak didik sebagai subjek yang pada dasarnya otonom dan diarahkan untuk menjadi pribadi yang mandiri.
Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku anak didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran anak didik atas kekeliruannya dengan tetap menjunjung kemanusiaan anak didik, serta tetap menjaga hubungan baik antara anak didik dan guru. Keteladanan adalah penampilan positif dan normatif guru yang diterima dan ditiru oleh anak didik.
High touch merupakan pola pendidikan alternatif yang sangat efektif juga efisien untuk digunakan dalam proses pembelajaran, terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Dengan berbagai macam upaya pendekatan, dari hati ke hati, dan penghargaan terhadap siswa, sedikit sekali kemungkinan terjadi kenakalan-kenakalan terhadap sesama siswa. Serta tindakan-tindakan kekerasan yang mungkin dilakukan guru terhadap anak didik. Amin. n

Intimasi Puisi Penyair Metro

Esai Binhad Nurrohmat
Copyright © 2003 Lampung Post. All rights reserved.
Minggu, 29 Maret 2009

Intimasi Puisi Penyair Metro

Metro merupakan kota dengan kompleksitas kultural. Kota ini dibangun 1930-an dalam rangka Politik Etis Pemerintah Kolonial Belanda di Hindia-Belanda.

---------

Masyarakat dari beragam suku besar di Pulau Jawa dan Pulau Bali dengan bekal cangkul, bajak, sapi, kerbau, palu, dan paku diseberangkan kapal Kolonial Belanda ke wilayah ini untuk membangun kota multikultur. Pendatang membawa tradisi agama, bahasa, niaga, bersawah, dan berladang. Pribumi tetap berkebun lada, cengkih, dan merica.

Pemerintah Kolonial membangun bendungan, jalan raya, pasar, sekolah, stasiun, dan kantor pemerintah. Pendatang bertetangga dan berbaur dengan pribumi, yaitu masyarakat suku Lampung. Banyak nama kampung di wilayah ini seperti nama kota asal pendatang. Nama Metro bisa jadi kependekan dari kata metropolitan atau berasal dari bahasa Jawa mitra (rekanan).

Metro merupakan eksperimen kultural sejak prakemerdekaan yang telah dan terus berproses nyaris seabad. Metro terus berkembang dan menjadi kota satelit yang penting di Provinsi Lampung. Sejumlah penyair menghuni kota ini. Mereka berasal dari beragam suku dan desa di wilayah Metro maupun dari kampung di luar wilayah Metro.

Para penyair Metro menulis puisi berbahasa Indonesia; yang didapat dari sekolah. Hanya di lingkungan keluarga menggunakan bahasa suku masing-masing; di luar rumah, mereka lebih banyak berbahasa Indonesia. Tidak seperti leluhurnya, mereka tak lagi mencangkul atau membajak dan mereka pun tak lagi mengolah kebun. Bahasa dan tradisi kehidupan para penyair merupakan salah satu bentuk mutakhir dari hasil proses eksperimen kultur di wilayah Metro.

Setelah rezim Soeharto berakhir pada 1998, terbit antologi puisi bersama yang terawal para penyair Metro yaitu 100 m dari Gardu Pos Kota pada 2007 (memuat ratusan puisi dari 7 penyair Metro) yang diterbitkan Dewan Kesenian Metro (berdiri pada 2003). Sebelumnya, penyair Lampung hanya identik dengan penyair Bandar Lampung.

Buku itu merupakan jejak baru yang penting dalam perpuisian Lampung di luar Bandar Lampung. Meski estetika dan tema puisi penyair Metro masih serupa watak umum perpuisian nasional di negeri ini sebagaimana juga perpuisian penyair Bandar Lampung, yaitu intimasi (keakraban) dengan alam melalui ekspresi bahasa lirikal dan liris.

Dalam Sajak Pepohonan, Sholihin Ardy menulis: sehelai daun bercerita kepadaku/"aku hanya menunggu waktu". Intimasi terhadap alam dalam puisi ini menciptakan komunikasi antara sehelai daun dan manusia.

Dalam puisi Nompi Kurniawan berjudul Kutu tersimak pengakuan seekor kutu: aku ingin seperti burung/menembus awan memanjat/cakrawala/lihat sawah, gunung, pantai, bukit./aku benci hidup jadi kutu" ucapnya pada burung saat hinggap di bulunya.//dan burung itu mematuknya./

Alam merupakan habitat manusia yang intim dan menjadi medium dan bahan utama ekspresi puitik penyair dari zaman ke zaman. Pohon dan satwa, angin dan hujan, sungai dan batu, maupun langit dan bulan merupakan sumber kosakata yang ramai dalam sejarah perpuisian di negeri ini, juga dalam perpuisian di Metro. Watak alam yang harmoni membentuk watak manusia yang menghuninya dan tercermin jelas dalam tata-bunyi dan tata-imaji bahasa puisi yang lirikal dan liris.

Alam yang direnungkan atau menjadi sumber kontemplasi dalam puisi mirip watak filsafat pra-Sokratik yang terpukau dan terilhami kenyataan alam. Intimasi terhadap alam melahirkan kontemplasi yang melahirkan alam pemikiran fisikal (filsafat alam) seperti kosmogoni dan kosmologi pra-Sokratik dan juga menyembulkan imaji spiritual-relijius misalnya dalam puisi Ahmad Muzakki Antara Angin dan Halilintar ini: antara angin dan halilintar/sabtu malam/alif-alif/mati./

Intimasi terhadap alam merupakan kewajaran dalam filsafat maupun seni dan alam mengilhami ide, amsal, imaji, metafora, atau pertautan dengan kebudayaan manusia. Misalnya, petikan puisi Erwin Syah Sepenggal Batas ini: akar tak bertemu batu/pohon tak bertemu daun//seperti bahasa tua yang tak pernah terucap/ribuan tahun/.

Bahasa merupakan produk kebudayaan manusia dan puisi ini mengamsalkan bahasa leluhur yang sudah punah dengan kosakata yang dijumput dari alam.

***

Begitulah gambaran intimasi terhadap alam yang berlangsung dengan mempertahankan watak harmoni alam dalam puisi para penyair Metro. Dalam puisi-puisi itu alam dipuja, direnungkan, atau dijadikan sumber ide, amsal, imaji, metafor, atau dipertautkan dengan kebudayaan.

Ada intimasi terhadap alam yang nonharmoni atau melakukan penyelewengan misalnya petikan puisi Zulaihatul Mahmidah Gerimis Tampak Sepi ini: hanya rinai/yang diam-diam kembali//dan menjelma bubuk-bukuk tembaga.

Petikan puisi ini merupakan keganjilan yang amat tajam karena alam (yaitu rinai hujan) melahirkan kebudayaan secara langsung atau tanpa campur tangan manusia (yaitu bubuk tembaga). Atau, barangkali puisi ini merupakan kritik ekologis yang menggambarkan kerusakan alam akibat polusi secara simbolik.

Selain itu, juga ada intimasi terhadap kehidupan masyarakat yang melahirkan sebentuk intervensi, misalnya petikan puisi Mahmud Akas Sajak Buat Penguasa ini: Di antara karung-karung para pemulung, pedagang kaki lima,/pengemis jalanan, rumah-rumah kardus, kolong jembatan,/dan kotak-kotak sampah perkantoran/tempat engkau merumuskan nasib-nasib kami./

Petikan puisi ini melakukan campur tangan terhadap hubungan masyarakat dan birokrasi pemerintah yang tidak beres dengan menggunakan bahasa yang dijumput dari lingkungan kosakata non-alam. Tak ada suara burung dan deru angin dalam puisi ini. Kenyataan masyarakat memenuhi ruang puisi ini.

Jejak awal perpuisian para penyair Metro pascarezim Soeharto menampakkan kompleksitas jamahaan persoalan serta keragaman tema dan sudut pandang. Alam serta manusia dan kebudayaan yang hadir dalam puisi penyair Metro merupakan wujud intimasi terhadap diri, alam, masyarakat, dan kotanya. Melalui puisi-puisi itu, Metro dibaca oleh mata batin para penyairnya dan dihadirkan bukan melalui statistik demografi, tingkat pendapatan ekonomi, maupun jumlah angkotnya, tapi melalui puisi.

Akhir kata, puisi merupakan bentuk tanggung jawab tertinggi penyair dalam masyarakat. Tindakan seorang penyair adalah puisi yang dipublikasikan ke masyarakat; buku ini merupakan contoh konkretnya.