Kamis, 02 Februari 2012

Pendidikan 'High Touch' bagi Anak Berkebutuhan Khusus

GAGAS
Solihin, Guru SLB Wiyata Dharma Metro

lampost. Sabtu, 07 January 2012 06:36



ESENSI pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya, yaitu manusia yang baik dan berkarakter. Pengertian baik dan berkarakter mengacu pada norma nilai-nilai luhur Pancasila. Seluruh butir Pancasila inilah yang menjadi basis pendidikan.
Paradigma pendidikan yang dikembangkan dan diimplementasikan adalah memanusiakan manusia seutuhnya. Jika pendidikan yang terwujud melalui proses pembelajaran adalah usaha menguasai sesuatu yang baru, proses ini setidaknya mengandung lima dimensi, yaitu tahu, bisa, mau, biasa, dan ikhlas.
Di dalam dimensi belajar itulah nilai-nilai karakter termuat. Dengan demikian, proses pembelajaran yang terjadi tidak hanya sekadar transfer pengetahuan (kognitif) semata, tetapi juga transfer keterampilan (psikomotorik) dan transfer nilai-nilai (afektif), yaitu perubahan tingkah laku secara signifikan.
Sesungguhnya tiga domain dalam pendidikan tersebut menjadi tujuan utama dalam sebuah proses pembelajaran.
Pendidikan karakter yang sedang marak dibicarakan baru-baru ini merupakan pengembangan kurikulum lebih lanjut yang selama ini telah diterapakan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Proses pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter itu dilaksanakan dengan memberikan sentuhan nilai-nilai luhur dari seluruh butir-butir Pancasila yang terintregrasi dalam harkat dan martabat manusia. Yaitu hakikat manusia, pancadaya kemanusiaan, dan dimensi kemanusiaan.
Hakikat manusia adalah makhluk bertakwa, diciptakan paling sempurna dan berderajat paling tinggi, khalifah di muka bumi, dan penyandang hak asasi manusia. Pancadaya kemanusiaan dengan memiliki unsur-unsur daya takwa, cipta, rasa, karsa, dan karya. Dimensi kemanusiaan adalah memiliki unsur-unsur dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
Prinsip pendidikan karakter dalam aplikasinya sejalan dengan prinsip-prinsip metode pembelajaran yang bernuansa sentuhan tingkat tinggi (high touch) oleh pendidik terhadap peserta didik. High touch mencakup kemampuan untuk memberikan simpati, memahami seluk beluk interaksi manusia, mendapatkan kesenangan dalam diri seseorang dan memberikannya kepada orang lain, dan melewati kehidupan sehari-hari dalam mencari tujuan dan makna.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) secara umum memiliki kepribadian unik, serta kompleks yang tidak sama dengan kepribadian siswa-siswa di sekolah reguler. Keunikan dan kompleksitasnya tecermin melalui perilaku, kecerdasan, dan perasaan yang kadar stabilitasnya sulit terukur. Dengan kondisi siswa tersebut, seorang guru dituntut menguasai alat dan metode pembelajaran serta psikologi anak didik. Pendekatan merupakan alat pendidikan yang diaplikasikan guru untuk menjangkau kedirian anak didik dalam proses pembelajaran. Kedekatan ini mengarah kepada kondisi high touch, dalam arti perlakuan guru menyentuh secara positif, kontruktif, dan komprehensif aspek-aspek kedirian/kemanusiaan anak didik.
Dalam hal ini guru menjadi fasilitator bagi pengembangan anak didik yang diwarnai secara kental oleh suasana kehangatan dan penerimaan, keterbukaan dan ketulusan, penghargaan, kepercayaan, pemahaman empati, kecintaan, dan penuh perhatian (Hendricks, 1994).
Sejalan dengan pengembangan suasana demikian itu, guru dengan sungguh-sungguh memahami suasana hubungannya dengan anak didik secara sejuk, dengan menggunakan bahasa yang lembut, tidak meledak-ledak dan dengan tetap mempertahankan kualitas kesabaran. Guru menyadari secara sadar bahwa sikapnya sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dan kegiatan belajar anak didik. Hubungan antara guru dan anak didik memang seharusnya dibuat menjadi suasana nyaman saling membuka diri tanpa dihalangi adanya sikap atau perasaan negatif.
Guru menyadari bahwa sikapnya sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dan kegiatan belajar anak didik. Hubungan antara guru dan anak didik memang seharusnya dibuat menjadi suasana demokratis dan saling membuka diri tanpa dihalangi oleh adanya sikap atau perasaan negatif ataupun permasalahan di antara kedua belah pihak.
High touch meliputi pengakuan, kasih sayang dan kelembutan, penguatan, pengarahan, tindakan tegas yang mendidik, dan keteladanan yang mendidik.
Pengakuan adalah penerimaan dan perlakuan guru terhadap anak didik atas dasar kedirian/kemanusiaan anak didik, serta penerimaan dan perilaku anak didik terhadap guru atas dasar status, peranan, dan kualitas yang tinggi.
Kasih sayang dan kelembutan adalah sikap, perlakuan, dan komunikasi guru terhadap anak didik didasarkan atas hubungan sosio-emosional yang dekat-akrab-terbuka, fasilitatif, dan konstruktif bersifat pengembangan.
Penguatan adalah upaya guru untuk meneguhkan tingkah laku positif anak didik melalui bentuk-bentuk pemberian penghargaan secara tepat yang menguatkan (reinforcement). Pengarahan adalah upaya guru untuk mewujudkan ke mana anak didik membina diri dan berkembang. Upaya yang bernuansa direktif ini, termasuk di dalamnya kepemimpinan guru, tidak mengurangi kebebasan anak didik sebagai subjek yang pada dasarnya otonom dan diarahkan untuk menjadi pribadi yang mandiri.
Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku anak didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran anak didik atas kekeliruannya dengan tetap menjunjung kemanusiaan anak didik, serta tetap menjaga hubungan baik antara anak didik dan guru. Keteladanan adalah penampilan positif dan normatif guru yang diterima dan ditiru oleh anak didik.
High touch merupakan pola pendidikan alternatif yang sangat efektif juga efisien untuk digunakan dalam proses pembelajaran, terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Dengan berbagai macam upaya pendekatan, dari hati ke hati, dan penghargaan terhadap siswa, sedikit sekali kemungkinan terjadi kenakalan-kenakalan terhadap sesama siswa. Serta tindakan-tindakan kekerasan yang mungkin dilakukan guru terhadap anak didik. Amin. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar