Rabu, 04 November 2009

Pendidikan Inklusif di Lampung Solihin, S.Pd.I

Dalam undang undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diterangkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, hal ini menjelaskan bahwa siapapun berhak mendapat pendidikan yang layak tanpa melihat latar belakang kehidupanya , baik miskin, kaya , berbeda agama dan dari suku manapun. Amanah inipun berlaku bagi warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional , sosial dan bahkan dari suku-suku wilayah terpencil.
Sebuah model pendidikan khusus (PK) yang paling tua adalah model segregasi yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus , terpisah dari kawan sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru khusus, walaupun terdapat beberapa guru yang bukan dari Pendidikan Luar Biasa (PLB) ikut juga menularkan ilmunya, terkait dengan SK penugasanya. Dari segi pengelolaan sekolah segregasi memang bisa dikatakan menguntungkan, karena mudah bagi guru untuk mengajar sesuai dengan kemampuan anak, ditempatkan di asrama dan berbaur bersama siswa-siswa lainya yang memiliki kelainan. Namun demikian, dari sudut pandang peserta didik model segregasi merugikan. Disebutkan oleh Reynolds dan birch (1988), bahwa model segregasi tidak menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi diri secara optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah regular. Selain itu, secara filosofis model segregasi tidak tepat sasaran , karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berinteraksi dan berintregasi dengan masyarakat normal, tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat normal
Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada konferensi dunia tentang pendidikan berkelainan bulan juni 1994,bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah; selama mungkin semua anak seyogyanya belajar bersama - sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada mereka.” Ditegaskan kembali dengan adanya edaran dari Dirjen Dikdasmen Depdikdas tanggal 20 januari 2003 tentang pendidikan inklusif yaitu menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA dan SMK
Pendidikan inklusi adalah mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak normal sebayanya di sekolah umum. Pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,menantang,tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,maupun bantuan dan dukungan yang dapat di berikan oleh para guru agar anak-anak berhasil.lebih dari itu , sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, juga anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi dengan baik.
Pendidikan Inklusi di Lampung cukup mendapat perhatian dari pemerintah Provinsi. Setidaknya sejak 2006 yang lalu pemerintah provinsi melalui Dinas Pendidikan, telah memilih beberapa sekolah di Lampung untuk menjadi sekolah Inklusi.
Dan mungkin karena kurangnya sosialisasi , banyak masyarakat yang tidak tahu , bahkan masyarakat pendidikan juga banyak yang belum memahami program pendidikan inklusi.
Yang menjadi permasalahan adalah; sudah siapkah pemerintah menjalankan program pendidikan inklusi, ketika sekolah-sekolah luar biasa (segregasi) mulai dikembangkan dengan berbagai macam kekurangan yang harus dipenuhi, sementara pemerintah provinsi belum menyelesaikan program ini menjadi sekolah yang memang benar-benar menjadi tempat yang cukup nyaman , dengan berbagai keterampilan dan keahlian (life skills) yang dimiliki oleh siswa dan kemudian mendapatkan pekerjaan yang sejajar dengan anak-anak dari lulusan sekolah regular.
Dari dua belas model sekolah segregasi yang ada di Lampung , baru beberapa sekolah yang sudah memiliki pasilitas yang sesuai dengan standar pelayanan (Non Infrastruktural), tapi beberapa sekolah yang lain masih cukup dini untuk mengembangkan sekolahnya menjadi sekolah yang diidamkan anak berkebutuhan khusus (ABK), sebut saja SLBN Lampung Timur, SLBN Tulang Bawang dan SLBN Way Kanan, yang baru berdiri 2-3 tahun.
Pendidikan inklusi sama pentingnya dengan pendidikan di sekolah segregasi sehingga setiap kebijakan-kebijakan pemerintah provinsi hendaknya berdasarkan pada standar prioritas, dan kebutuhan-kebutuhan pendidikan di Lampung. Harapanya adalah terciptanya suasana pendidikan yang nyaman sesuai dengan arah dan tujuan sehingga menghasilkan mutu pendidikan yang baik sesuai dengan yang dicita-citakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar